Friday

DAULAT HUKUM DAN KEMERDEKAAN


Oleh Jansen H. Sinamo

Manusia hidup dalam empat ruang: ruang fisikal, ruang psikologikal, ruang moral, dan ruang sosial. Keempat ruang itu adalah tempat berada dan mengejawantah diri manusia yang juga catur matra yaitu bahwa kita adalah mahluk biologis, psikologis, spiritual, dan sosial. Selanjutnya, manusia baik di tingkat individual dan komunal hanya bisa sukses, bahagia, dan merdeka apabila dia mengenal hukum-hukum dalam keempat ruang tersebut, mematuhinya, dan hidup secara harmonis serta berimbang dalam keempat ruang tersebut. Dengan kata lain, kunci hidup sukses, merdeka, dan bahagia ialah menerima kedaulatan hukum. Daulat hukum, itulah intinya.

Bisa dibalik, bahwa segala derita manusia, tragedi kehidupan, kegagalan individual maupun organisasional, yaitu hancurnya usaha-usaha serta lenyapnya bangsa-bangsa dalam sejarah, termasuk runtuhnya Orde Baru, dapat difahami sebagai akibat dari pelecehan dan pelanggaran keempat hukum-hukum di atas. Hukum dipinggirkan sedangkan kekuasaan, kekerasan, uang, dan materi diketengahkan. Hukum yang mestinya jadi pusat dijadikan periferi.

Saya ingin mengajak pembaca merenungkan eksistensi keempat hukum kehidupan itu, dan mengaitkannya dengan kemerdekaan pada empat ruang dimaksud.


***

Hukum adalah kebenaran yang hakiki, kenyataan yang sejati atau realitas yang asli. Stephen Covey menyebutnya prinsip. Sedangkan Eka Darmaputera menyebutnya asas. Lawan daripada hukum/ prinsip/asas yang obyektif ini ialah pendapat/spekulasi/ilusi yang sifatnya subyektif.

Hukum-hukum berada di luar diri kita, bersifat obyektif dan universal. Ia berlaku kapan saja dan beroperasi secara independen terhadap manusia, artinya ia berjalan dengan atau tanpa kita mengerti, dengan atau tanpa kita setujui. Ia tak dapat dan tak mungkin dilawan. Artinya hukum itu absolut dan berdaulat secara kodrati. Ia bekerja mengikuti sebab-akibat yang logis dan rasional sehingga hasil dan akibatnya dapat diramalkan secara akurat.


Kemerdekaan dalam Ruang Fisikal

Hukum-hukum alam, berlaku dalam ruang fisikal dapat kita mengerti dengan bejar fisika, kimia, dan biologi. Semua ilmu-ilmu teknik adalah inovasi dari ketiga ilmu dasar ini. Sebagai mahkluk fisikal, manusia tunduk pada hukum-hukum alam ini. Jadi secara kodrati manusia hanya bebas atau merdeka dalam keterbatasan yang diijinkan oleh hukum-hukum alam. Hukum-hukum alam tak mungkin dilawan. Jika di lawan sebentar saja manusia pasti hancur. Biar kapal seperkasa Titanic jika melanggar hukum alam pasti binasa.

Teknologi bukanlah melawan (defy) hukum-hukum alam, melainkan mendayagunakannya secara kreatif untuk sebuah manfaat. Misalnya, Apollo menggunakan hukum gravitasi Bulan untuk membawa dirinya ke permukaan Bulan usai gaya gravitasi Bumi selesai menariknya. Petani yang bijak bercocok tanam mengikuti hukum musim. Sedangkan pelaut yang berhasil mendayagunakan hukum-hukum meteorologi.

Sukses dengan demikian ialah memahami hukum-hukum alam, mematuhinya, dan berinovasi dalam ruang fisikal ini dengan mendayagunakan hukum-hukum yang sudah difahami tadi. Di situlah manusia merdeka secara fisikal. Di situlah manusia bahagia. Jika manusia menginginkan sesuatu yang melawan hukum alam justru keinginan itulah yang menjadi sumber penderitaannya.

Inti dari Taoisme mengajarkan hal ini, yaitu agar manusia hidup selaras dengan hukum alam dengan semua dinamika operasionalnya. Dalam ruang fisikal, manusia sama dengan binatang. Bedanya manusia mengerti hukum alam sehingga dapat menginovasikannya dalam pelbagai bentuk teknologi.


Kemerdekaan dalam Ruang Psikologikal

Hukum-hukum psikologis, berlaku dalam ruang psikologikal, secara fundamental dapat kita mengerti lewat pelajaran psikologi. Jika hukum-hukum psikologis ini diikuti maka psikis manusia itu akan mencapai tingkat kedewasaan.

Jalan utama mencapai kedewasaan menurut M. Scott Peck hanya satu yaitu disiplin yang terdiri dari empat komponen.

Pertama, kesediaan untuk mau menunda kesenangan. Maksudnya kita harus mempunyai kapasitas untuk berkata tidak pada hal-hal yang menyenangkan sekali pun kesenangan itu berguna. Puasa dalam perspektif ini adalah latihan berdisiplin. Hasil daripada menunda kesenangan, menolak dorongan untuk mengumbar kenikmatan, adalah penguasaan diri. Kita berdaulat atas semua impuls-impuls alamiah dari dalam diri kita.

Kedua, loyal pada realitas. Di sini kita harus mampu mengerahkan kesadaran diri dan nalar kita untuk membedakan realita dan kebenaran daripada ilusi dan kepalsuan. Kemudian secara berani menerima kenyataan-kenyataan, meskipun kenyataan itu kadang pahit dan tidak menyenangkan. Intinya adalah menghindari sikap burung unta.

Ketiga, menerima tanggungjawab. Sikap yang harus dijauhi ialah mencari kambing hitam. Orang yang bertanggungjawab tidak menyalahkan siapa pun dan apa pun atas apa yang dialaminya secara psikis. Dalam hal ini bintang, nasib, orangtua, Suharto, termasuk setan dan Tuhan harus bebas dari status kambing hitam. Hanya dengan memerdekakan orang dan hal-hal lain dari status kambing hitamlah maka kita sendiri akan merdeka secara psikis.

Keempat, keseimbangan atau moderasi. Maksudnya dalam kesediaan menderita, loyalitas pada realita, dan kesediaan bertanggungjawab harus diambil titik tengahnya. Tidak mau menderita, berarti tenggelam dalam bernikmat-nikmat, sama buruknya dengan terlalu menderita yang adalah menyiksa diri. Tidak mau menerima kenyataan sama buruknya dengan terpaku mati pada realita. Tidak mau bertanggungjawab sama buruknya dengan menerima tanggungjawab yang bukan bagiannya. Kata Scott Peck, ekstrim kiri mengakibatkan cacat karakter sedangkan ekstrim kanan mengakibatkan neurosis.

Yang pas dan yang mamapu memerdekakan psikis manusia hanya yang di tengah, yang seimbang, dan moderat. Disiplin dengan demikian adalah the road to maturity, the road to glory, and the road to freedom.


Kemerdekaan pada Ruang Moral

Ruang moral disebut juga ruang etika dimana hukum-hukum moral berlaku. Manusia mempelajari hal ini umumnya dari agama dan etika. Orang yang melanggar hukum moral hatinya tidak tenang, suara hatinya selalu menuduh dan tidak bisa diam. Jika suara hati dibungkam dan direpressi secara konsisten, maka manusia berubah pelan tapi pasti menjadi monster yang jahat. Sedangkan jika hukum moral dipatuhi mendatangkan sukacita, rasa bahagia, dan damai sejahtera yaitu kemerdekaan batiniah. Kita merdeka dari rasa bersalah, merdeka dari rasa takut, dan merdeka dari rasa bimbang.

Dimensi utama dari ruang etika ialah kebenaran, keadilan, dan kebaikan. Ketiganya disebut kebajikan dasar. Semua kebajikan yang lain, baik pada tingkat personal dan sosial, seperti disiplin, tanggungjawab, cinta kasih, perdamaian, kejujuran, demokrasi, laba, kemakmuran, pembangunan, pemerataan, pengorbanan, dan sebagainya, termasuk reformasi, adalah bentuk lain atau bentuk gabungan dari ketiga kebajikan dasar tadi.

Dari keempat realitas tadi: fisikal, psikologikal, moral, dan sosial adalah realitas moral ini yang paling fundamental bagi manusia. Dalam ruang morallah roh atau spirit manusia berada secara abadi. Sesudah mati, ketiga realitas yang lain tidak berarti lagi, pada suatu titik akan berakhir, tetapi roh manusia dalam moral space akan tetap ada. Karena itu keberhasilan pada wilayah spiritual adalah keberhasilan paling penting dan hakiki karena dua alasan. Pertama, karena ketiga realitas yang lain tadi bertumpu pada realitas spiritual. Kedua, karena ketiga realitas tadi bersifat temporal dan akan lenyap sedangkan realitas moral akan ada selamanya sampai pada keabadian.


Kemerdekaan pada Ruang Sosial

Yang dimaksud dengan ruang sosial mencakup semua hubungan antarmanusia, manusia dalam organisasi termasuk partai, perusahaan, dan negara, serta semua hubungan antarorganisasi. Pendeknya, semua paguyuban manusia. Dalam ruang sosial berlaku hukum-hukum sosial dalam segala derivatif dan variannya di bidang bisnis, ekonomi, kebudayaan, politik, militer, dan pendidikan.

Namun jika dicari intinya ternyata semua hukum-hukum sosial adalah bentuk lain atau bentuk gabungan dari hukum-hukum fisikal, moral, dan psikologikal. Pada ruang sosial kita berbicara tentang nilai-nilai. Dan nilai-nilai ini, yaitu apa saja yang dianggap berharga oleh kesadaran manusia, ternyata selalu berbasis material, psikologikal, dan spiritual.

Maka sukses pada ruang sosial adalah kepatuhan yang harmonis dan seimbang pada hukum-hukum alam, psikologikal, dan spiritual. Perusahaan yang sukses dengan demikian harus berdiri di atas landasaan ketiga hukum ini. Begitu juga yayasan, partai, bahkan semua jenis organisasi, termasuk negara. Organisasi yang hidup di ruang sosial jika mematuhi ketiga hukum utama tadi akan menjadi kuat, kokoh, mantap, stabil, makmur, kaya, dan berjaya. Dalam bahasa Sanskerta, kondisi ini disebut mahardika.

Bila status mahardika dicapai - pada mana ketiga hukum utama tadi sudah berdaulat penuh - maka organisasi itu menjadi organisasi yang sungguh-sungguh. merdeka. Merdeka dari utang, merdeka dari IMF, merdeka dari Belanda, merdeka dari pemberontakan konstituennya, merdeka dari penjarahan rakyat, merdeka dari pemogokan, serta merdeka dari ketergantungan pada negara mana pun. Inilah kemerdekaan sejati. Bersifat paradoks. Yaitu bahwa kemerdekaan hanya bisa dicapai dengan menghambakan diri pada hukum yang adalah kebenaran dan kesejatian.

Maka marilah kita berseru: Daulat hukum, merdeka manusia, mahardika nusantara, Dirgahayu Indonesia.

No comments: